
Palu – Indonesia kembali menorehkan langkah bersejarah di panggung internasional. Proposal Indonesia mengenai instrumen hukum internasional pengelolaan royalti global resmi diterima untuk dibahas dalam agenda Organisasi Kekayaan Intelektual Dunia (World Intellectual Property Organization/WIPO).
Dokumen penting dengan kode SCCR/47/6 itu akan menjadi pokok bahasan utama pada Komite Tetap Hak Cipta dan Hak Terkait (Standing Committee on Copyright and Related Rights/SCCR) ke-47 yang akan berlangsung di Jenewa, Swiss, pada 1–5 Desember 2025.
Menteri Hukum, Supratman Andi Agtas, menyampaikan rasa syukur dan optimisme atas diterimanya proposal Indonesia tersebut. “Alhamdulillah, proposal Indonesia telah resmi masuk dan siap diperjuangkan demi kemaslahatan global. Ini merupakan langkah penting untuk memastikan tata kelola royalti yang adil, transparan, dan berkelanjutan bagi para pencipta di seluruh dunia,” ujar Supratman di Jakarta, Rabu (22/10).
Proposal yang diberi nama The Indonesian Proposal for a Legally Binding Instrument on the Governance of Copyright Royalty in Digital Environment ini merupakan hasil kolaborasi lintas kementerian — melibatkan Kementerian Hukum, Kementerian Luar Negeri, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, serta Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif.
Menkum menegaskan, inisiatif tersebut menjadi langkah strategis Indonesia untuk memperjuangkan keadilan ekonomi bagi para pencipta dan pelaku industri kreatif di era digital. Ia menekankan pentingnya dukungan diplomasi multilateral, regional, dan bilateral agar Indonesia dapat memperkuat posisinya dalam forum global WIPO.
“Proposal ini bukan sekadar dokumen hukum, melainkan cermin tekad bangsa untuk mengubah sistem global agar lebih adil bagi para pencipta dari negara berkembang. Kami ingin memastikan bahwa kreativitas dihargai dengan proporsional, tanpa ada kesenjangan ekonomi di antara negara,” tegas Supratman.

Proposal tersebut memuat tiga pilar utama:
1. Tata kelola royalti dalam kerangka kerja global WIPO,
2. Sistem distribusi royalti berbasis pengguna (user-centric payment system), dan
3. Penguatan lembaga manajemen kolektif lintas batas negara.
“Ketiga pilar ini dirancang untuk mewujudkan ekosistem kekayaan intelektual yang lebih adil, inklusif, dan berkelanjutan,” tambah Supratman.
Langkah ini juga memperkuat posisi Indonesia sebagai negara yang berkomitmen memperjuangkan pelindungan hak cipta serta memastikan pencipta memperoleh manfaat ekonomi yang layak.
Terpisah, Kepala Kantor Wilayah Kementerian Hukum Sulawesi Tengah (Kepala Kanwil Kemenkum Sulteng), Rakhmat Renaldy, menilai diterimanya proposal Indonesia di forum dunia merupakan tonggak sejarah yang membanggakan, sekaligus menjadi energi baru bagi daerah dalam memperkuat kesadaran atas pentingnya kekayaan intelektual.
“Ini bukan hanya kemenangan diplomasi hukum internasional, tapi juga inspirasi bagi daerah untuk terus memperkuat ekosistem kreatif. Di Sulawesi Tengah, kami melihat semakin banyak karya musik, desain, dan inovasi lokal yang mulai tumbuh. Momentum ini harus kita sambut dengan edukasi dan pendampingan pendaftaran hak cipta yang lebih luas,” ujar Rakhmat Renaldy.
Ia menegaskan, semangat besar Indonesia di level global harus terpantul di tingkat lokal. “Kita ingin agar anak-anak muda di Sulteng tidak hanya mencipta, tapi juga terlindungi. Sebab, perlindungan hukum atas karya adalah pintu awal menuju kemandirian ekonomi kreatif yang berkeadilan,” imbuh Kepala Kanwil Kemenkum Sulteng itu.
Dengan masuknya proposal Indonesia ke meja pembahasan WIPO, dunia kini menatap Indonesia sebagai pelopor tata kelola royalti global yang berpihak pada keadilan, keseimbangan, dan keberlanjutan industri kreatif.
HUMAS KEMENKUM SULTENG


















